Home »
Berita
» Kesadaran masyarakat DKI terhadap pelestarian lingkungan hidup?
Kesadaran masyarakat DKI terhadap pelestarian lingkungan hidup?
Sebagai
sebuah ibu kota negara, kesadaran masyarakat DKI Jakarta terhadap
pelestarian lingkungan hidup masih sangat jauh dari keadaan ideal, atau
dapat dikatakan bahwa tingkat kesadarannya masih sangat rendah.
Jangankan kita membayangkan adanya upaya yang dilakukan secara massal,
masyarakat kita masih belum mampu melakukan upaya-upaya personal dalam
melestarikan lingkungan hidup.
Sebagai contoh beberapa tahun
yang lalu, pemerintah DKI telah memulai menyediakan kotak sampah di
beberapa wilayah yang dipisahkan antara sampah organik dan sampah
anorganik. Namun, masyarakat kita masih saja membuang sampah sembarangan
yang mengakibatkan kerusakan keindahan kota dan membuat mampetnya
berbagai saluran air yang seringkali menyebabkan timbulnya
genangan-genangan air di berbagai ruas jalan di ibu kota saat diguyur
hujan yang agak lebat sedikit karena air tidak dapat mengalir ke saluran
yang ada.
Contoh lain masih rendahnya kesadaran masyarakat
kita untuk melakukan uji emisi berkala bagi kendaraan bermotor yang
mereka miliki. Tidak jarang kita temukan, khususnya kendaraan sepeda
motor yang mengeluarkan udara yang begitu kotor dari knalpotnya sehingga
membuat udara menjadi semakin tercemar. Selain itu masyarakat kita
lebih senang beraktivitas dengan menggunakan kendaraan pribadi ketimbang
dengan kendaraan umum. Hal ini membuat tingkat pencemaran dan juga
kemacetan di Jakarta masih sangat tinggi. Selain itu, kita dapat melihat
proses pembangunan berbagai fasilitas di Jakarta ini yang tidak
mencerminkan adanya upaya untuk melestarikan lingkungan hidup. Sebagai
contoh : pembangunan mal-mal, misalnya di wilayah Kelapa Gading,
dilakukan di atas daerah resapan air. Selain itu taman-taman yang
seharusnya untuk lahan terbuka dijadikan bangunan untuk bisnis dan
keperluan lainnya. Kita pun dapat melihat minimnya pepohonan di sisi
jalan dan pembatas jalan di Jakarta. Melihat hal ini semua, kita harus
menyadari bahwa boleh dikatakan kesadaran kita (masyarakat DKI Jakarta
khususnya) dari semua kalangan baik itu pejabat hingga pelajar sekolah
masih belum mencerminkan akan kesadaran terhadap upaya pelestarian
lingkungan hidup.
Apakah masyarakat kelas bawah di DKI masih peduli pada lingkungan hidup?
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini kita
berbicara mengenai DKI Jakarta), seringkali mengorbankan nasib rakyat
kecil. Sebagai contoh penggusuran terhadap pemukiman kumuh dilakukan
dengan alasan penertiban untuk lahan terbuka. Padahal seringkali setelah
itu, lahan tersebut malah dijadikan sebagai bangunan apartemen atau
mal. Sementara mereka yang digusur tidak diberi alternatif atau solusi
untuk tempat tinggal mereka yang baru. Melihat kenyataan hidup mereka,
saya rasa mereka tidak akan memikirkan masalah lingkungan hidup yang
ada.
Akibat himpitan ekonomi tersebut, akibatnya pemukiman
mereka dibangun dengan tidak memperhatikan kesehatan dan kebersihan
lingkungan. Karena ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan pemukiman
yang layak, mereka memanfaatkan lahan-lahan di bantaran sungai ataupun
taman- taman terbuka untuk mendirikan bangunan sebagai rumah mereka.
Selain itu rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki membuat
mereka tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup. Masih banyak
kita temukan bagaimana masyarakat yang tinggal di bantaran sungai
akibat tidak adanya tempat pembuangan yang memadai, membuang sampah di
sungai. Selain itu akibat tidak tersedianya MCK, mereka melakukan
aktivitas mandi, mencuci, dan buang air di sungai. Akibatnya
sungai-sungai di Jakarta airnya tercemar. Dapat kita katakan pula bahwa
mereka yang berpendidikan tinggi bahkan yang duduk di pemerintahan dan
yang hidupnya nyaman dan serba berkecukupan saja tidak perhatian
terhadap keadaan lingkungan hidup, apalagi mereka yang hidupnya serba
kekurangan. Namun meskipun demikian, kita dapat melihat bahwa justru
beberapa masyarakat kelas bawah ini tanpa mereka sendiri menyadarinya
telah lebih banyak berkontribusi terhadap lingkungan hidup kota Jakarta
ini.
Sebagai contoh mereka yang bekerja sebagai pemulung baik
di TPA Bantar Gebang ataupun tempat pengumpulan sampah lain, mereka
telah membantu memilah-milah sampah antara yang dapat didaur ulang
(contohnya botol plastik, kaleng, dan lain- lain) dengan yang tidak.
Mereka melakukan itu semua untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Meskipun demikian, ada juga segelintir orang yang melakukan hal demikian
memang karena rasa cinta mereka terhadap lingkungan hidup ini. Selain
itu para petugas kebersihan telah membantu membersihkan sampah-sampah
yang seringkali dibuang sembarangan di jalan oleh masyarakat umum.
Bahkan pada waktu hujan, kita sering melihat banyak petugas kebersihan
ini tetap bekerja untuk membersihkan lubang-lubang saluran air di
jalan-jalan raya di ibu kota ini untuk melancarkan genangan air sehingga
tidak timbul banjir.
Apa yang mereka lakukan ini tanpa mereka sadari telah sedikit banyak membantu menyelamatkan lingkungan.
Selain itu, mayoritas masyarakat kelas bawah tidak menggunakan
peralatan-peralatan seperti AC, kulkas, dan barang-barang lain yang
menyebabkan kerusakan lingkungan seperti halnya masyarakat kelas bawah.
Selain itu mereka pun akibat himpitan ekonomi senantiasa hidup hemat
dalam memanfaatkan segala sesuatu. Melihat realita yang ada ini, saya
secara pribadi berpendapat bahwa sebenarnya masyarakat kelas bawah dapat
dikatakan lebih memiliki kehidupan yang bergaul dengan lingkungan hidup
dibandingkan dengan masyarakat kelas atas. Sehingga meskipun tidak
mereka sadari, justru sebenarnya beberapa dari mereka sedikit banyak
telah peduli terhadap lingkungan hidup.
Sebenarnya kalau
masyarakat bawah tidak peduli terhadap lingkungan masih dapat dimaklumi
karena keadaan mereka yang serba terbatas. Tapi bagaimana halnya dengan
masyarakat yang hidup serba berkecukupan? Seharusnya mereka sadar
pentingnya pelestarian lingkungan. Jangan malah mereka semakin
berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan itu akibat gaya hidup
mereka yang foya-foya dan individualis.
©[FH Bandung]
0 komentar:
Posting Komentar